Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang berpusat di Jawa Timurtepatnya di daerah Trowulan yang sekarang menjadi Mojokerto. Berdirinya kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan dari kerajaan Singosari yang runtuh akibat serangan dari bangsa Mongol.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu kerajaan terbesar di Indonesia dan mampu menciptakan perubahan besar dalam waktu relatif singkat. Dalam pembahasan kali ini akan diuraikan lebih lanjut seperti apa awal berdiri, perkembnagn, dan keruntuhannya.
Awal Berdirinya Kerajaan Majapahit
Pada tahun Saka 1214 (1292 M) Kratanegara gugur di keraton Singasari karena serangan Jayakatwang dari Kediri. Raden Wijaya yang pada waktu itu memimpin tentara Singasari dalam menghadapi serangan tentara Kediri, terpukul mundur. Kemudian Raden Wijaya bersama pengikut-pengikutnya mengungsi ke desa Kudadu, dalam perjalanannya menuju ke Madura untuk meminta bantuan kepada Wiraraja, Adipati Sumenep.
Dengan bantuan Wiraraja, Raden Wijaya kemudian menyusun rencana perjuangannya untuk merebut kembali kekuasaan dari tangan raja Jayakatwang. Kepada Wiraraja dijanjikan, kelak bila maksudnya tercapai kerajaan akan dibagi antara Raden Wijaya dan Wiraraja. Wiraraja menasihatkan agar Raden Wijaya mau menyerahkan diri dan menghamba kepada Jayakatwang. Nanti di Kediri Raden Wijaya supaya mengadakan persiapan dengan diam-diam. Sesudah itu ia harus mengajukan permohonan untuk membuka hutan Tarik. Untuk itu Wiraraja akan mengirimkan orang-orang Madura. Wiraraja kemudian mengirimkan surat kepada Raja Jayakatwang yang berisi permohonan agar sang raja berkenan menerima Raden Wijaya.
Setelah beberapa lama Raden Wijaya mengabdi di Kediri, ia mohon kepada Raja Jayakatwang untuk membuka hutan Tarik. Permohonannya diperkenankan oleh Jayakatwang. Hutan Tarik kemudian di buka dengan bantuan orang-orang Madura yang di kirimkan oleh Wiraraja. Pembukaan hutan Tarik berjalan dengan lancar. Setelah Tarik dibuka, banyak penduduk yang datang menetap disana. Desa Tarik kemudian bernama Majapahit. Letaknya sangat strategis di tepi sungai Brantas. Orang-orang Madura yang dikirimkan oleh Wiraraja untuk membuka hutan kemudian menetap disana. Mereka kemudian dihimpun oleh Raden Wijaya untuk dijadikan tentara, dalam rangka persiapan melawan kekuasaan Raja Jayakatwang.
Di Majapahit yang baru dibuka Raden Wijaya berusaha untuk mengambil hati penduduknya, terutama orang-orang yang datang dari Tumapel dan Daha. Di Madura Adipati Wirarajua sudah bersiap-siap pula dengan tentaranya untuk datang ke Majapahit.[1] Ketika tentara Mongol datang ke Jawa dengan dipimpin Shih-Pi, Ike-Mise, dan Kau Hsing dengan tujuan menghukum Kertanegara, maka Raden Wijaya memanfaatkan situasi itu untuk bekerja sama menyerang Jayakatwang. Setelah Jayakatwang terbunuh, tentara Mongol berpesta pora merayakan kemenanganya. Kesempatan itu pula dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk berbalik melawan tentara Mongol, sehingga tentara Mongol terusir dari Jawa dan pulang ke negrinya. Maka tahun 1239 Raden Wijaya naik tahta dan bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana.[2]
Raja-Raja Yang Memerintah
Raden Wijaya
Raden Wijaya adalah pendiri kerajaan Majapahit. Ia bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana. Ia memerintah dari tahun 1293-1309 M setelah itu ia meninggal dunia dan didarmakan di Candi Simping (Sumberjati Blitar) dan perwujudan Harihara (siwa dan wisnu dalam satu arca).
Jayanegara atau Kala Gemet
Jayanegara (Kala Gemet) menggantikan tahta ayahnya, memerintah antara tahun 1309-1328 M dan bergelar Sri Jayanegara. Pada masa ini, timbul kekacauan di Majapahit karena pemerintahan Jayanegara yang kurang berbobot dan adanya rasa tidak puas dari pejuang-pejuang Majapahit semasa pemerintahan Raden Wijaya.
Tribuwanatunggadewi
Pada tahun 1238 Jayanegara wafat. Ia tidak mempunyai putra sehingga tahta kerajaan di serahkan oleh Gayatri. Oleh karena Gayatri telah menjadi bhiksuni maka yang tampil adalah putrinya, bhrekahuripan yang bertindak sebagai wali ibunya. Pada masa ini masih banyak pemberontakan-pemberontakan akan tetapi pemberontakan tersebut berhasil dihancurkan oleh Gajah Mada. Pada tahun 1333 Gajah Mada diangat sebagai mahapatih Majapahit menggantikan Arya Tadah yang sudah tua.
Hayam Wuruk
Pada tahun 1350 Gayatri wafat sehingga Tribuwanatunggadewi turun tahta dan digantikan oleh putranya, yakni Hayam Wuruk dengan gelar Rajasa Negara. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya. Pada masa ini Hayam Wuruk dibantu oleh Mahapatih Gajah Mada dalam menjalankan pemerintahan.[3]
Pada tahun 1364 M, Gajah Mada wafat kemudian kedudukannya sebagai mahapatih digantikan oleh Gajah Enggon. Hayam Wuruk meninggal pada tahun saka 1311. Sepeninggal Hayam Wuruk muncul suatu masalah baru yaitu masalah pertentangan keluarga merebutkan hak atas tahta kerajaan.
Wikramawardhana (1389-1429) M
Suhita (1429-1447) M
Kertawijaya (1448-1451) M
Sri Rajasawardhana (1451-1453) M
Girindrawardhana (1456-1466) M
Sri Singhawikramawardhana (1466-1474) M
Girindrawardhana Dyah Ranawijaya (1474-1478) M
Aspek Kehidupan Kerajaan Majapahit
Aspek Keagamaan
Aspek keagamaan merupakan hal penting yang harus di perhatikan dari kerajaan Majapahit, sebab penduduk di kerajaan besar ini menganut agama yang berbeda, yaitu Hindu, Buddha, dan Syiwa-Budda.
Aspek Budaya
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja.
Aspek Ekonomi
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa kerajaan Mendang yang menggunakan butiran dan keeping emas dan perak. Sekitar tahun 1300 pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit sebuah perubahan moneter penting terjadi, keeping uang dalam negeri diganti dengan uang kepeng yaitu uang tembaga impor dari Cina.
Aspek Sosial
Pola tata masyarakat Majapahit dibedakan atas lapisan-lapisan masyarakat (strata) yang perbedaannya lebih bersifat statis. Walaupun di Majapahit terdapat empat kasta seperti di India, yang lebih dikenal dengan catur warna, tetapi hanya bersifat teoritis dalam literatur istana.Pola ini dibedakan atas empat golongan masyarakat, yaitu brahmana, ksatria, waisya, dan sudra. Namun terdapat pula golongan yang berada di luar lapisan ini, yaitu Candala, Mleccha, dan Tuccha, yang merupakan golongan terbawah dari lapisan masyarakat Majapahit.
Pada masa Majapahit bidang seni budaya berkembang pesat, terutama seni sastra. Karya seni sastra yang dihasilkan pada masa zaman awal Majapahit, antara lain sebagai berikut:
Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada tahun 1365. Isinya menceritakan hal-hal sebagai berikut:
- Sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit dengan masa pemerintahannya.
- Keadaan kota Majapahit dan daerah-daerah kekuasaannya.
- Kisah perjalanan Raja Hayam Wuruk ketika berkunjung ke daerah kekuasaannya di Jawa Timur beserta daftar candi-candi yang ada.
- Kehidupan keagamaan dengan upacara-upacara sakralnya, misalnya upacara Srrada untuk menghormati roh Gayatri dan menambah kesaktian raja.
- Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Kitab tersebut berisi riwayat Sutasoma, seorang anak raja yang menjadi pendeta Buddha.
- Kitab Arjunawijaya karangan Empu Tantular. Kitab tersebut berisi tentang riwayat raja raksasa yang berhasil ditundukkan oleh Raja Arjunasasrabahu.
- Kitab Kunjarakarna dan Parthayajna, tidak jelas siapa pengarangnya. Kitab itu berisi kisah raksasa Kunjarakarna yang ingin menjadi manusia, dan pengembaraan Pandawa di hutan karena kalah bermain dadu dengan Kurawa.
Sedangkan, karya seni sastra yang dihasilkan pada zaman akhir Majapahit antara lain, sebagai berikut:
- Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit.
- Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
- Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora.
- Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe.
- Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan menjadi Raja Majapahit.
- Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar.
- Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Di samping seni sastra, seni bangunan juga berkembang pesat. Bermacam-macam candi didirikan dengan ciri khas Jawa Timur, yaitu dibuat dari bata, misalnya Candi Panataran, Candi Tigawangi, Candi Surawana, Candi Jabung, dan Gapura Bajang Ratu.
Keruntuhan Kerajaan Majapahit
Berita tradisi menyebutkan bahwa kerajaan Majapahit runtuh pada Saka 1400 (1478 M) karena serangan dari Demak. Keruntuhan Majapahit ini, disimpulkan dalam candra sangkala “sirna-ilang-kertaning-bhumi”.[5] Faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhan Majapahit:
Tidak ada lagi tokoh-tokoh yang kuat dipusat pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah sepeninggal Gajah Mada dan Hayam Wuruk.
Angkatan perang yang lemah sepeninggal Gajah Mada dan Hayam Wuruk.
Terjadinya perang saudara (perang paregreg atau perang antara majapahit dan blambangan)[6]
Banyak daerah jajahan yang melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Masuk dan berkembangnya agama islam.
DAFTAR PUSTAKA
Djafar, Hasan. Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, Jakarta: Komunitas Bambu, 2012.
Kartodjo, Sartono, dkk Sejarah Nasional Indonesia Edisi 2. Jakarta: Balai Pustaka. 1977.
Listiani, Dwi Ari. Sejarah, Jakarta: pt. Mancanan jaya cermelang, 2009.
Muljana, Slamet. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2007.
http://indahsarigk.blogspot.com/2012/12/makalah-kerajaan-majapahit.html, pada tanggal 18 April 2014
http://ayha-samsuel.blogspot.com/2013/10/makalah-kerajaan-majapahit.html, pada tanggal 18 April 2014.
[1] Sartono Kartodjo, dkk, Sejarah Nasional Indonesia Edisi 2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1977), hlm. 255-256.
[2] http://ayha-samsuel.blogspot.com/2013/10/makalah-kerajaan-majapahit.html, pada tanggal 18 April 2014.
[3] Dwi Ari Listiani, Sejarah (jakarta: pt. Mancanan jaya cermelang, 2009), hlm.33.
[4] http://indahsarigk.blogspot.com/2012/12/makalah-kerajaan-majapahit.html, pada tanggal 18 April 2014
[5] Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya,(Jakarta: Komunitas Bambu, 2012), hlm. 125.
[6] Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2007), hlm. 24.
https://wawasansejarah.com/kerajaan-majapahit/