Friday, May 10, 2019

Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

A. Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia


Sejarah tentang lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin menguat setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Peristiwa tersebut mendorong para pemuda dengan jiwa muda dan semangatnya bergerak mendesak ”golongan tua” untuk secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.



Kesepakatan pemuda di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, membulatkan tuntutan pemuda ”… bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat itu sendiri, tak dapat digantungkan kepada orang dan kerajaan lain. Jalan satu-satunya adalah memproklamasikan kemerdekaan oleh kekuatan bangsa Indonesia sendiri.” Tekad para pemuda tersebut akhirnya mendorong terjadinya peristiwa Rengasdengklok. 

Saat itu, suasana di Rengasdengklok menjadi tegang. Ir. Soekarno oleh golongan pemuda diminta agar memenuhi keinginan rakyat Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan dengan kekuatan bangsa Indonesia sendiri. Setelah berdebat panjang, desakan para pemuda akhirnya disanggupi oleh Ir. Soekarno yang akan segera memproklamasikan kemerdekaan, tetapi dilakukan di Jakarta. Tentu saja jawaban tersebut disambut gembira oleh para pemuda dan prajurit PETA yang menjaga Ir. Soekarno.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 rombongan dari Rengasdengklok tiba di Jakarta. Dengan mempertimbangkan berbagai tempat yang aman untuk membahas proklamasi, kemudian Ir. Soekarno dengan para penyusun teks proklamasi lainya menjadikan rumah Laksamana Muda Maeda sebagai tempat menyusun naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Di kediaman Laksamana Muda Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta, teks proklamasi dirumuskan.

Meskipun tidak mendapat persetujuan dari Jepang, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta segera merumuskan teks proklamasi dengan tulisan tangan sendiri. Kalimat pertama berbunyi ”Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”kemudian diubah menjadi ”Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia” yang berasal dari Achmad Subardjo.

Kalimat kedua oleh Soekarno berbunyi ”Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara yang secermat-cermatnya serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Kedua kalimat itu kemudian digabung dan disempurnakan oleh Drs. Moh. Hatta sehingga berbunyi seperti teks proklamasi yang kita miliki sekarang.

Ir. Soekarno kemudian meminta semua yang hadir menandatangani naskah proklamasi itu selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Namun, Sukarni, selaku salah satu pimpinan golongan pemuda, mengusulkan agar Soekarno-Hatta menandatangani atas nama bangsa Indonesia. Selanjutnya, Ir. Soekarno meminta Sayuti Melik untuk mengetik naskah tersebut dengan beberapa perubahan yang telah disetujui. Ada tiga perubahan redaksi atas teks proklamasi, yaitu : a. kata tempoh diganti dengan kata tempo; b. wakil bangsa Indonesia diganti dengan atas nama bangsa Indonesia; dan c. cara menuliskan tanggal Djakarta, 17-8-05 diganti menjadi Djakarta, hari 17, boelan 08, tahoen 05.

Selanjutnya, setelah diketik oleh Sayuti Melik, teks proklamasi ditanda- tangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta.Pada tanggal 17 Agustus 1945, hari Jumat, pukul 10.00 WIB, di depan rumah Ir. Soekarno Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, Ir. Soekarno dengan didampingi Drs. Moh. Hatta membacakan teks proklamasi dengan disaksikan lebih kurang 1.000 orang.

Setelah teks proklamasi dibacakan, dikibarkanlah sang Saka Merah Putih oleh Suhud dan Latief Hendradiningrat dan secara spontan peserta menyanyikan lagu Indonesia Raya sehingga sampai sekarang setiap pengibaran bendera dalam upacara bendera selalu diiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia, Indonesia Raya. Berita proklamasi menyebar dengan cepat ke seluruh Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri. Berita kemerdekaan Indonesia disebarkan para pemuda dengan selebaran kertas ataupun tulisan tangan di berbagai tempat. Rakyat melakukan doa syukur atas kemerdekaan bangsa Indonesia.

Seperti yang telah kalian pelajari sebelumnya, teks proklamasi disusun dalam keadaan genting dan mendesak, tetapi bukan berarti teks proklamasi tidak memiliki legalitas dan makna yang mendalam. Teks proklamasi disusun secara singkat dan hanya terdiri atas dua alinea. Kedalaman makna yang termuat dalam teks proklamasi menunjukkan kelebihan dan ketajaman pemikiran para pembuat naskah proklamasi waktu itu.

Alinea pertama teks proklamasi berbunyi, ”Kami bangsa Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaan Indonesia”. Hal itu mengandung makna bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia telah dinyatakan dan diumumkan kepada dunia. Alinea kedua berbunyi, ”Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.” bermaksud agar pemindahan kekuasaan pemerintahan harus dilaksanakan secara hati-hati dan penuh perhitungan agar tidak terjadi pertumpahan darah secara besar-besaran. 

Proklamasi Kemerdekaan bagi bangsa Indonesia memiliki makna yang dapat kita telaah dari berbagai aspek sebagai berikut.

a. Aspek Hukum
Proklamasi merupakan pernyataan keputusan politik tertinggi bangsa Indonesia untuk menghapuskan hukum kolonial dan diganti dengan hukum nasional, yaitu lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

b. Aspek Historis
Proklamasi merupakan titik akhir sejarah penjajahan di bumi Indonesia sekaligus menjadi titik awal Indonesia sebagai negara yang merdeka bebas dari penjajahan bangsa lain.

c. Aspek Sosiologis
Proklamasi menjadikan perubahan dari bangsa yang terjajah menjadi bangsa yang merdeka. Proklamasi memberikan rasa bebas dan merdeka dari belenggu penjajahan.

d. Aspek Kultural
Proklamasi membangun peradaban baru dari bangsa yang digolongkan pribumi (pada masa penjajahan Belanda) menjadi bangsa yang mengakui persamaan harkat, derajat, dan martabat manusia yang sama.

e. Aspek Politis
Proklamasi menyatakan bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan mempunyai kedudukan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

f. Aspek Spiritual
Proklamasi yang diperoleh merupakan berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang meridai perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah. Kemerdekaan bangsa Indonesia tidak terlepas dari doa seluruh rakyat Indonesia kepada Yang Maha Kuasa untuk segera terlepas dari penjajahan.

Pernyataan Proklamasi mencerminkan tekad kemandirian bangsa Indonesia untuk terlepas dari penjajahan bangsa asing. Sebagai bangsa yang merdeka dan bebas, ingin mengantarkan dirinya ke gerbang kehidupan yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Kemerdekaan merupakan jembatan emas untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan negara.

2. Pengertian Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan awal dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Indonesia yang diproklamasi- kan oleh para pendiri negara adalah negara kesatuan. Pasal 1 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan, ”Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Berikan deskripsi tentang pasal ini!

Para pendiri negara menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan yang diwujudkan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Para pendiri negara telah mewariskan nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur persatuan dan kesatuan dalam beberapa ketentuan, yaitu sebagai berikut.
a. Sila ke-3 Pancasila, ”Persatuan Indonesia”;
b. Pembukaan UUD 1945 alinea IV, ”… Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada … persatuan Indonesia ...”; serta
c. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, ”Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik”. 

Negara Kesatuan Republik Indonesia walaupun sudah berdiri dan berusia lebih dari tujuh puluh (70) tahun tidak akan bertahan apabila masyarakatnya sendiri tidak lagi memiliki semangat persatuan dan kesatuan. Bangsa dan negara Indonesia akan bertahan selamanya apabila warga negara Indonesia mau mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam berbagai bidang kehidupan.

Negara Indonesia adalah suatu negara persatuan yang tidak terpecah-pecah, dibentuk di atas dan di dalam bangsa Indonesia yang tidak terbagi-bagi. Pemikiran tentang daerah negara Indonesia merdeka dari pendiri negara dapat dijumpai dalam sidang BPUPKI. Muhammad Yamin, dalam pidatonya tanggal 11 Juli 1945 mengatakan :

”...Pemerintah dalam republik ini pertama-tama akan tersusun dari badan-badan masyarakat seperti desa, yaitu susunan pemerintah yang paling bawah. Pemerintah ini saya namai pemerintah bawahan. Dan pemerintah pusat akan terbentuk di kota negara, ibu negara Republik Indonesia. Itu saya namai pemerintah atasan. Antara pemerintah atasan dan pemerintah bawahan itu adalah pemerintah daerah, yang boleh saya sebut pemerintah tengahan...”
(Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, halaman 181-182)

Soepomo sebagai Ketua Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar dalam sidang BPUPKI tanggal 15 Juli 1945 mengatakan :
”...Kita menyetujui bentuk negara kesatuan (eenheidstaat). Oleh karena itu di bawah Negara Indonesia tidak ada negara bawahan, tidak ada ”onderstaat”, akan tetapi hanya ada daerah-daerah pemerintahan belaka. Pembagian daerah Indonesia dan bentuknya pemerintahan daerah ditetapkan dengan undang-undang.”

”...Hak-hak usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa harus diperingati juga. Daerah-daerah yang bersifat istimewa itu ialah pertama daerah kerajaan baik di Jawa maupun luar Jawa. Kedua, daerah-daerah kecil yang mempunyai susunan rakyat asli seperti desa di Jawa, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, huta dan kuria di Tapanuli, gampong di Aceh. Maksudnya, daerah-daerah istimewa tadi dihormati dengan menghormati dan memperbaiki susunan asli...” (Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, halaman 271-272) 

Kemudian, berkenaan dengan daerah-daerah istimewa, pada tanggal 18 Agustus 1945 di hadapan anggota PPKI, Soepomo mengatakan :
”...dan adanya daerah-daerah istimewa diindahkan dan dihormati susunannya yang asli, akan tetapi keadaannya sebagai daerah, bukan negara; jangan sampai salah paham dalam menghormati adanya daerah...” (Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, halaman 424)

Berdasarkan pemikiran dari dua orang tokoh pendiri negara perancang UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dapat disimpulkan bahwa susunan daerah pembagiannya terdiri dari daerah besar, daerah-daerah istimewa, dan daerah-daerah kecil desa atau sebutan lain (nagari, dusun, marga, huta, kuria, gampong, meunasah). Pembagian susunan daerah itu tidak membuat negara Indonesia terpecah-pecah, akan tetapi tetap dalam satu ikatan, yaitu negara Indonesia.

Konstitusi negara Indonesia juga secara tegas mengakui dan menghormati satuan-satuan pe- merintahan daerah yang bersifat istimewa dan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisional- nya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Adapun yang dimaksud dengan masyarakat hukum adat adalah masyarakat hukum adat atau adat istiadat seperti desa, marga, nagari, gampong, huta, dan huria.

Kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang telah disebutkan, selain dihormati dan diakui dalam sistem pemerintahan negara Indonesia juga mempunyai hak hidup yang sederajat dengan kesatuan pemerintahan lain seperti kabupaten, kota dan provinsi. Hal ini dipertegas kembali dalam Pasal 18B ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi,

”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan pasal ini, negara mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat hukum adat seperti desa, marga, nagari, gampong, huta, dan huria. 

Dalam perkembangannya, mengingat luasnya wilayah negara, urusan pemerintahan yang semakin kompleks, dan jumlah warga negara yang makin banyak dan heterogen maka dilaksanakan azas otonomi dan tugas perbantuan. Pasal 18, 18A, dan 18B UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945 menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem pemerintahan daerah yang berasaskan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Majelis Permusyawartan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) menyatakan bahwa ada tujuh prinsip yang menjadi paradigma dan arah politik yang mendasari pasal-pasal 18, 18A, dan 18B, yaitu sebagai berikut.
a. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
b. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya. 
c. Prinisp kekhususan dan keragaman daerah.
d. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.
e. Prinisip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa.
f. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum.
g. Prinsip hubungan pusat dan daerah dilaksanakan secara selaras dan adil 
(Rusdianto Sesung,2013 :46).

B. Peran Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

1 Peran Daerah dalam Perjuangan Kemerdekaan

Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan hasil perjuangan rakyat di seluruh wilayah Indonesia. Seluruh rakyat berjuang bersama untuk merebut hak bangsa yang diambil oleh penjajah. Semenjak kedatangan bangsa Barat berawal dengan melakukan perdagangan di Indonesia. Namun dengan perubahan sikap bangsa Barat yang ingin menguasai dan menjajah Indonesia, maka semenjak itu perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan hak tidak pernah kunjung padam.

Kedatangan bangsa Portugis, Belanda, dan Jepang di wilayah Indonesia yang diteruskan dengan penjajahan, mendapat perlawanan dari bangsa Indonesia di berbagai daerah. Perlawanan selama penjajahan Portugis antara lain perlawanan rakyat Maluku dipimpin oleh Sultan Harun, perlawanan rakyat Demak menyerang Malaka dipimpin oleh Pati unus dan menyerang Sunda Kelapa dipimpin oleh Falatehan. Selama penjajahan Belanda banyak perlawanan antara lain perlawanan rakyat Aceh dipimpin oleh Tjut Nyak Dien, Teuku Umar, Panglima Polem, dan yang lain. Perlawanan rakyat di Sumatra Utara dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII. Perlawanan di daerah Jawa dengan tokohnya seperti Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Agung, dan Pangeran Diponegoro. Di Kalimantan rakyat melawan penjajahan dipimpin oleh Pangeran Antasari, perlawanan rakyat Sulawesi dengan tokoh Sultan Hasanudin dan Maluku dipimpin oleh Pattimura,serta perlawanan rakyat Bali dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik.

Perjuangan merebut kemerdekaan mengalami perubahan strategi setelah kebangkitan nasional 1908. Perjuangan yang sebelumnya bersifat fisik dan kedaerahan, menjadi perjuangan dengan mengutamakan organisasi dan bersifat nasional. Pada saat perjuangan ini berdirilah organisasi perjuangan di beberapa daerah seperti Jong Minahasa, Jong Islamiten Bond, Jong Ambon, Budi Utomo, Sarekat Islam, Partai Nasional Indonesia, dan sebagainya. Juga muncul tokoh asal daerah di Indonesia yang menjadi tokoh nasional seperti Soekarno, Mohammad Husni Thamrin, Muhammad Hatta, Liem Koen Hian, Andi Pettarani, A.A Maramis, Latuharhary, dan tokoh nasional yang lain.

2. Peran Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Saat Ini

Makna ”dikuasai” adalah negara memiliki kekuasaan untuk mengatur bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Kekuasaan untuk mengatur oleh negara dimaksudkan agar kemakmuran rakyat benar-benar tercapai. Kemakmuran yang ingin diwujudkan adalah bagi seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Bukan untuk perorangan atau golongan atau daerah tertentu. Oleh karena itu kekuasaan untuk mengatur bumi dan kekayaan alam harus benar-benar dipahami agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Untuk mewujudkan pembangunan nasional ber- keadilan dan merata, maka penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan mampu mengatasi persoalan yang muncul dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengakuan dan penghormatan negara kepada daerah dengan penyelenggaraan otonomi daerah merupakan kesepakatan pembentuk konstitusi sebagaimana diatur dalam pasal 18, 18A, dan 18B UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal-pasal tersebut merupakan penegasan kembali mengenai bentuk negara Indonesia sebagai negara kesatuan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 ayat 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah, yakni daerah otonom harus berperan nyata dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarkat melalui pelayanan publik, pemberdayaan, partisipasi masyarakat, dan peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peran daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain sebagai berikut.
a. Mempertahankan bentuk dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana ketentuan pasal 37 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, ”Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”.
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan pendapatan masyarakat.
c. Memajukan bangsa melalui inovasi dan kreativitas aparatur sipil negara di daerah.
d. Melaksanakan pembangunan nasional untuk meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha, kesempatan dan kualitas pelayanan publik, dan daya saing daerah.
e. Mengembangkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis.

C. Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menandai lahirnya negara bangsa (nation state) Indonesia. Sejak saat itu, Indonesia menjadi negara yang berdaulat dan berhak menentukan nasib dan arah bangsanya sendiri.

Bentuk negara yang dipilih oleh para pendiri bangsa adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia pernah terjadi upaya untuk menggantikan bentuk negara. Misalnya, menggantikan bentuk negara kesatuan menjadi negara serikat. Hal ini terjadi pada tahun 1949 sampai dengan tahun 1950 dengan dibentuknya Republik Indonesia Serikat. Akan tetapi, upaya untuk menggantikan bentuk negara itu tidak bertahan lama. Indonesia kembali kepada negara kesatuan. Hingga saat ini negara kesatuan itu tetap dipertahankan.

Daerah juga memiliki peranan yang penting dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Sejarah telah membuktikan bahwa tanpa peran rakyat di seluruh daerah belum tentu tercapai perjuangan kemerdekaan bangsa. 

Sejarah perjuangan bangsa dan peran daerah dalam perjuangan berdiri NKRI mengandung nilai-nilai yang sangat penting diwarisi oleh generasi muda, antara lain sebagai berikut:
  1. Perjuangan melawan penjajah oleh daerah memiliki arah tujuan yang sama, yaitu kemerdekaan Indonesia.
  2. Tokoh pejuang daerah merupakan tokoh pejuang bangsa Indonesia.
  3. Persatuan dan kesatuan telah terbukti menjadi kekuatan bagi bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
  4. Bangsa Indonesia telah sepakat membentuk negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai pilihan yang tepat.
  5. Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  6. Sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara.

Sedangkan pemahaman peran daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini menunjukkan pentingnya kesadaran nilai-nilai, seperti berikut ini.
1. Kemajuan daerah akan lebih cepat tercapai apabila bangsa Indonesia memiliki nilai persatuan dan kesatuan.
2. Kemakmuran bersama merupakan tujuan masyarakat Indonesia, bukan kemakmuran bagi perorangan atau kelompok atau daerah.
3. Kekayaan alam merupakan milik bersama seluruh rakyat Indonesia, dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
4. Pengembangan kemajuan dan kemakmuran daerah diarahkan pada kemajuan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama tanpa membeda- bedakan asal daerah.

Kebanggaan terhadap daerah masing-masing perlu terus ditanamkan dan ditumbuhkembangkan dalam masyarakat. Keberagaman daerah tetap terus dipelihara baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Namun pengembangannya tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini mengandung makna kebanggaan dan kemandirian tidak mengakibatkan proses perpecahan bangsa dan negara. Kewenangan me- ngurus urusan pemerintahan sendiri tetaplah untuk mentaati peraturan pemerintah pusat, apalagi mengarah pada pemisahan daerah dari negara kesatuan.***

Artikel Terkait