Sunday, May 12, 2019

√ Sejarah dan Latar Belakang Tanam Paksa

Tags

Tanam Paksa atau cultuurstelsel adalah suatu sistem peraturan yang dijalankan oleh pemerintah Kolonial Belanda kepada penduduk desa. Untuk menanam tanaman tertentu yang laku di pasaran internasional dan hasil tanamannya wajib diserahkan kepada pemerintah kolonial melalui perantara penguasa setempat.

√ Latar Belakang Tanam Paksa /  cultuurstelsel

Saat tahun 1830 disaat pemerintah belanda hampir bangkrut setelah terlibat Perang Diponegoro (1825-1830), kemudian Gubernur Jenderal Judo mendapat izin untuk menjalankan CultuurStelsel (sistem Tanam Paksa). Dan dengan tujuan utama untuk menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan dan mengisi kas pemerintahan jajahan yang saat itu kosong.

Baca Pelajaran Lain : Organisasi-Organisasi Bentukan Jepang

Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari kebrangkrutan, kemudian Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok mencari dana semaksimal mungkin untuk mengisi kas negara yang kosong, membiayai perang serta membayar hutang. Untuk mnjalankan tugas yang berat tersebut, Gubernur Jenderal Van den Bosch mmfokuskan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor.

Awal adanya Sistem tanam paksa karena pemerintal kolonial beranggapan bahwa desa desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah kolonial, yang seharusnya diperhitungkan (membayar) senilai 40% dari hasil panen utama desa. Lalu Van den Bosch menginginkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi yang laku di pasar ekspor Eropa (tebu, nila dan kopi). Penduduk kemudian wajibkan untuk menggunakan sebagian tanah pertaniannya (minimal 20% atau seperlima luas) dan menyisihkan sebagian hari kerja (75 hari dalam setahun) untuk bekerja bagi pemerintah.

Dan dengan menjalankan tanam paksa, Pemerintah Kolonial beranggapan desa akan mampu melunasi hutang pajak tanahnya. Kemudian bila seandainya pendapatan desa dari penjualan komoditas ekspor itu lebih besar dari pajak tanah yang harus dibayar, desa akan mendapat kelebihannya. namun Jika kurang, desa harus membayar kekurangannya.

Oleh karena itu, Van den Bosch mengerahkan rakyat jajahannya untuk melakukan penanaman tanaman yang hasilnya dapat laku di pasaran ekspor. Juga  Sistem yang disusun Van den Bosch Setibanya di Indonesia (1830).

√ Tujuan utama Sistem Tanam Paksa
Yang merupakan tujuan utama sistem tanam paksa tersebut adalah memperoleh pendapatan yang besar dengan mewajibkan menanam tanaman dagang yang laku dan dibutuhkan di pasaran Eropa. seperti tebu, nila, teh, kopi, tembakau, kayu manis, dan kapas.

Berikut ini adalah ketentuan pokok Sistem Tanam Paksa, antara lain :

  • Semua  petani yang mempunyai tanah diminta menyediakan seperlima tanahnya untuk ditanami tanaman perdagangan yang sudah ditentukan.
  • Kemudian bagian tanah yang digunakan untuk menanam tanaman wajib tersebut dibebaskan dari pembayaran pajak.
  • Lalu hasil dari penanaman tanaman perdagangan itu harus diserahkan kepada pemerintah Belanda. Dan setiap kelebihan hasil panen dan nilai pajaknya akan dibayarkan kembali sisanya.
  • Tenaga dan waktu untuk menggarap tanaman perdagangan tidak melebihi dari tenaga dan waktu dalam menanam padi.
  • Sebuah kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab pemerintah
  • Bagi mereka yang tidak memiliki tanah, wajib bekerja selama 66 hari dalam setahunnya di perkebunan milik pemerintah.
  • Penggarapan tanah untuk tanaman wajib akan diawasi langsung oleh penguasa pribumi. Pegawai Belanda secara umum mengawasi jalanna penggarapan dan pengangkutannya.


Aturan dan Isi Tanam Paksa
Aturan dan ISi Tanam Paksa – Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) yang dilaksanakan oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch pada dasarnya adalah gabungan dari sistem pajak tanah (Raffles) dan sistem tanam wajib (VOC).

Berikut Isi Tanam Paksa :
  1. Setiap rakyat Indonesia yang punya tanah diminta menyediakan tanah pertanian yang digunakan untuk cultuurstelsel (Tanam Paksa) yang luasnya tidak lebi 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis-jenis tanaman yang laku di pasar ekspor.
  2. Durasi atau waktu untuk menanam Sistem Tanam Paksa tidak boleh lebih dari waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan
  3. Semua tanah yang disediakan terhindar (bebas) dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.
  4. Rakyat indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian bisa menggantinya dengan bekerja di perkebunan, pengangkutan atau di pabrik-pabrik milik pemerintah kolonial selama seperlima tahun atau 66 hari.
  5. Hasil tanaman harus diberikan kepada pemerintah Koloni. Dan apabila harganya melebihi kewajiban pembayaran pajak maka kelebihannya harga akan dikembalikan kepada petani.
  6. Suatu penyerahan teknik pelaksanaan aturan Sistem Tanam Paksa kepada kepala desa
  7. Suatu kegagalan atau Kerusakan sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan dari petani seperti karena terserang hama atau bencana alam, akan di tanggung pemerintah Kolonial.
  8. Dampak dan Akibat Sistem Tanam Paksa
  9. Dampak dan Akibat Tanam Paksa – Pelaksanaan tanam paksa banyak menyimpang dari aturan sebenarnya dan memiliki kecenderungan untuk melakukan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Dan oleh sebab itu, Tanam Paksa menimbulkan akibat yang bertolak belakang bagi Bangsa Indonesia dan Belanda, diantaranya adalah sebagai berikut.



Bagi Indonesia
  1. Beban rakyat menjadi sangat berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, mengikuti kerja rodi serta membayar pajak .
  2. Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
  3. Dengan timbulnya wabah penyakit dan terjadi banyak kelaparan di mana-mana.
  4. Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
  5. Semua rakyat Indonesia mengenal tanaman dengan kualitas ekspor.
  6. Seluruh rakyat Indonesia mengenal teknik menanam berbagai jenis tanaman baru.

Bagi Belanda
  1. Dengan ini kas Negeri Belanda yang semula kosong menjadi dapat terpenuhi.
  2. Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja (Surplus).
  3. Hutang-hutang Belanda terlunasi.
  4. Perdagangan berkembang pesat.
  5. Kota Amsterdam sukses dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia.
  6. Akhir Sistem Tanam Paksa.
Kegiatan tanam paksa yang berakibat banyak hal negative bagi bangsa Indonesia, yang pada akhirnya menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan, baik di negeri Belanda sendiri maupun Indonesia, seperti berikut ini:

Baca Juga Sejarah : Usaha di Bidang Sosial, Politik, dan Ekonomi Jepang Untuk Mempertahankan Kekuasaan di Indonesia (Kerja Paksa Romusha dan Kinrohosi)

Eduard Douwes Dekker, sistem tanam paksa, akibat tanam paksa, dampak tanam paksa, isi tanam paksa, kebijakan tanam paksa

Eduard Douwes Dekker.
Merupakan seorang pejabat Belanda yang pernah menjabat sebagai Asisten Residen Lebak (Banten). Karena Douwes Dekker cinta kepada penduduk pribumi, khususnya yang sengsara karena tanam paksa. Dan menggunakan nama samaran Multatuli yang memiliki arti ‘aku telah banyak menderita’, ia menulis buku berjudul Max Havelaar atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda (1859) yang menceritakan kesengsaraan rakyat indonesia akibat Sistem Tanam Paksa.

Baron Van Hoevel
Merupakan seorang missionaris yang pernah tinggal di Indonesia (1847). Di dalam perjalanannya di Bali, Madura dan Jawa, ia banyak melihat kesengsaraan rakyat akibat adanya Cultuurstelsel. Dan setelah pulang ke Belanda dan terpilih menjadi anggota parlemen Ia sering melakukan protes terhadap pelaksanaan tanam paksa, ia gigih dalam berjuang menuntut dihapusnya tanam paksa.

Akibat adanya protes tersebut, pemerintah Belanda secara bertahap menghapuskan Tanam Paksa. Kemudian pada tahun 1865 Kayu Manis, Teh dan Nila dihapuskan, Pada tahun 1866 tembakau, kemudian tebu pada tahun 1884. Dan sedangkan Kopi merupakan Tanaman yang paling akhir dihapus, yaitu pada tahun 1917 karena Kopi paling banyak memberi keuntungan. ***

[Kumpulan Pelajaran Sekolah] [Siswa]


Artikel Terkait