Showing posts with label PAI. Show all posts
Showing posts with label PAI. Show all posts

Sunday, June 9, 2019

Pengertian Takhayul, Bid'ah dan Khurafat dalam Islam

Takhayul, Bid'ah, dan Khurafat adalah perbuatan yang terlarang dalam agama Islam. Namun atas masih banyak ditemui di masyarakat yang masih mengamalkan prilaku-prilaku tersebut, dengan berbagai sebab dan alasan, baik karena ketidak pahaman maupun dengan alasan budaya atau alasan lainnya.

Berikut ini pengertian Takhayul, Bid'ah, dan Khurafat :

Pengertian Takhayul

Menurut kamus bahasa, takhayul artinya (1) (sesuatu yang) hanya ada dalam khayal belaka: (2) kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap ada atau sakti, tetapi sebenarnya tidak ada atau tidak sakti (KBBI).

Kata takhayul disebutkan dalam al-Quran, ketika Allah menceritakan sihir yang dilakukan tukang sihirnya Fir’aun,

قَالَ بَلْ أَلْقُوا فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى

“Berkata Musa: “Silahkan kamu sekalian melemparkan.” Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.” (QS. Thaha: 66)

Tukang sihir Firaun menyihir setiap mata para penontonnya. Sehingga seolah mata mereka melihat tali dan tongkat mereka menjadi ular. Termasuk Musa ‘alaihis salam, terbayang dalam diri beliau, tali dan tongkat mereka menjadi ular.

Dalam kamus Mu’jam al-Wasith, makna kata Takhayyul adalah [تَصَوَّرَهُ ، تَمَثَّلَهُ] yang artinya membayangkan.

Karena orang sombong yang kagum dengan dirinya disebut Mukhtal atau Dzul Khuyala’. Karena dia membayangkan dirinya hebat, seolah tidak ada yang menandinginya. (Lisan al-‘Arab, 11/226)

Ada kepercayaan yang sampai kini masih melekat dalam diri sebagian umat Islam di tanah air tentang bulan Safar, yaitu bahwa bulan Safar (shofar) adalah bulan naas, bulan yang penuh kesialan.

Alasannya, kata Safar berarti sejenis penyakit di dalam perut, berbentuk ulat besar yang dapat membunuh.

Kepercayaan ini sebenarnya sudah ada sejak zaman Jahiliyah. Ketika itu mereka menganggap bulan Safar sebagai bulan yang sarat dengan kejelekan. Di samping itu, mereka juga menganggap Rabu sebagai hari nahas, terlebih Rabu terakhir setiap bulan.

Kepercayaan atau tahayul ini sebenarnya sudah dihilangkan oleh Islam. Rosulullah pernah berdebat dengan orang Badui. “Tidak ada penyakit menular dan tidak ada kepercayaan pada tahayul,” sabda Nabi Muhammad saw.

Badui berkata, “Lantas, bagaimana dengan unta yang sehat, kemudian sakit setelah didekati unta yang sakit?” Nabi menjawab, “Lalu siapa yang menulari unta pertama?”

Perdebatan ini menegaskan, kepercayaan seperti itu tidak ada dan tidak dibenarkan adanya menurut pandangan Islam. Dalam HR Bukhari dan Muslim Rasulullah bersabda, yang artinya: “Tidak ada ‘adwa, thiyarah, hamah, dan safar”.

 ‘Adwa penularan penyakit. Thiyarah yaitu merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya. Hamah maksudnya burung hantu. Safar adalah bulan kedua dalam tahun Hijriyah, yaitu bulan sesudah Muharam.

Islam tidak mengenal adanya hari atau bulan nahas, celaka, sial, malang dan yang sejenis. Yang ada hanyalah bahwa setiap hari dan atau bulan itu baik, bahkan dikenal hari mulai (Jum’at) dan bulan mulia (seperti bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah).

Jelas, tahayul tidak ada tempat dalam Islam dan dalam hati kaum Muslimin. Takhayul merupakan bentuk syirik. Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Nabi Saw berkata: "Tiyarah (takhayul) ialah sejenis syirik" (HR. Tirmizi).

Ketika belakangan sering terjadi kasus kesurupan massal, juga individual, orang menyebutnya ”kemasukan setan, jin, atau makhlus halus”. Ini juga tahayul! Karena menurut para ahli, kesurupan adalah fenomena psikologis, tidak ada kaitan sama sekali dengan makhluk halus. Kesurupan adalah semata-mata fenomena alami yang bisa terjadi pada manusia dan tidak pandang bulu di belahan dunia mana pun. Terutama di masyarakat yang tingkat kesulitan dihupnya tinggi.

Fenomena kesurupan berkaitan dengan masalah stress hidup dan beban hidup masyarakat. Dalam masyarakat yang penuh ketidakpastian, kesulitan ekonomi yang sangat membebani para korban, dan ketidak menentuan masa depan, turut andil bagian dalam memperbesar terjadinya kesurupan.

Pada kasus anak-anak sekolah, mereka yang terkena rata-rata kehidupan ekonominya susah, mikirin beban pelajaran, ditambah dengan mikirin buku yang tidak terbeli dan SPP yang belum dibayar otomatis membuat sang anak menjadi sangat stress dan berusaha untuk ditahan. Pada puncaknya, jika sang anak tidak mampu untuk menahan ini, maka akan meledak dan terjadilah kesurupan.

Kesurupan adalah fenomena biasa dalam dunia psikologi dan fisiologi. Apa yang terjadi pada mereka hanyalah masalah psikis yang disebut trance disorder.

Orang yang mengalami hal ini akan bisa spontan teriak-teriak dan bahkan berkata-kata yang tidak biasanya di lakukan. Ini disebut dengan munculnya sifat ganda, karena pada dasarnya setiap orang mempunyai karakter lebih dari satu.

Dalam keadaan trance, seseorang akan memcunculkan karakter yang lain yang biasanya tidak ditampakkan. Singkatnya, fenomena trance alias kesurupan ini bukanlah hal aneh dan perlu dimistifikasi. Ini adalah fenomena alam biasa, yang disebabkan oleh tekanan jiwa.

Pengertian Bid'ah

Secara bahasa, bid'ah atau bidah adalah (1) perbuatan atau cara yang tidak pernah dikatakan atau dicontohkan Rasulullah atau sahabatnya, kemudian dilakukan seolah-olah menjadi ajaran Islam;
(2) pembaruan ajaran Islam tanpa berpedoman pada Alquran dan hadis; (3) kebohongan; dusta (KBBI).

Dalam Islam, bid’ah adalah suatu amalan yang diada-adakan atau menambah amalan dalam ritual ibadah, padahal tidak dicontohkan oleh Rosulullah Saw, sebagaimana pengertian secara bahasa yang pertama di atas.

Secara bahasa, bid'ah artinya penciptaan atau inovasi yang sebelumnya belum pernah ada. Maka semua penciptaan dan inovasi dalam ritual agama (ibadah mahdhah), yang tidak pernah ada pada zaman Rasulullah, disebut bid'ah.

“Hati-hatilah kalian terhadap perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara baru itu bid’ah. Dan setiap kebid’ahan adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. Baihaqy, An Nasai)

“Barang siapa melakukan suatu amalan (dalam agama) yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim).

“Barangsiapa yang mengada-adakan hal baru dalam urusan kami ini (agama) padahal bukan dari bagiannya maka ia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Secara bahasa bid’ah adalah sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contoh sebelumya.

Secara istilah (syariat) adalah sebagaimana perkataan Imam Asy-Syatibi, “Bid’ah adalah suatu cara yang diada-adakan di dalam agama yang menyerupai agama dengan tujuan untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.”

Bukan termasuk bid’ah jika sesuatu itu diada-adakan di luar agama (ibadah mahdhah) untuk kemaslahatan dunia, seperti pengadaan teknologi dalam transportasi, industri, atau yang lainnya.

Imam Malik berkata: "Barang siapa melakukan inovasi dalam agama Islam dengan sebuah amalan baru dan menganggapnya itu baik, maka sesungguhnya ia telah menuduh Muhammad Saw menyembunyikan risalah, karena Allah Swt menegaskan dalam Surah Al-Maidah:3, yang artinya, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu".

Bid’ah juga terjadi dalam bidang akidah. Syekh Yusuf Qardadhawi dalam bukunya, Fiqih Prioritas, menyatakan, keyakinan  yang  bertentangan dengan  kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan ajaran yang terdapat di dalam Kitab Allah disebut bid'ah  dalam akidah  (al-bid'ah al-i'tiqadiyyah).

Bid’ah mengingkari kesempurnaan Islam. Islam sudah mengatur berbagai sisi kehidupan manusia, mulai dari hal-hal besar seperti mengurus negara sampai hal-hal yang dianggap sebelah mata oleh manusia seperti tatacara buang hajat.

Tidak hanya kaum muslimin saja yang mengakuinya, bahkan orang kafir pun mengakui kesempurnaaan Islam tersebut.

Pengertian Khurafat 

Sumber khurafat (ejaan lama: churafat) adalah dinamisme dan animisme. Dinamisme adalah kepercayaan adanya kekuatan dalam diri manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, benda-benda, dan kata-kata. Sedangkan Animisme adalah kepercayaan adanya jiwa dan ruh yang dapat mempengaruhi alam manusia

Khurafat diartikan sebagai cerita-cerita yang mempesonakan yang dicampuradukkan dengan perkara dusta, atau semua cerita rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran, pantangan, adat-istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam.

Khurafat, menurut Ibnul Mandzur,

والخُرافةُ الحديثُ الـمُسْتَمْلَحُ من الكذِبِ. وقالوا: حديث خُرافةَ

Khurafat adalah berita yang dibumbuhi dengan kedustaan. Masyarakt menyebut, ‘Beritanya khurafat’

Kemudian beliau menyebutkan latar belakang istilah ini,

ذكر ابن الكلبي في قولهم حديثُ خُرافة أَنَّ خُرافةَ من بني عُذْرَةَ أَو من جُهَيْنةَ، اخْتَطَفَتْه الجِنُّ ثم رجع إلى قومه فكان يُحَدِّثُ بأَحاديثَ مـما رأي يَعْجَبُ منها الناسُ؛ فكذَّبوه فجرى على أَلْسُنِ الناس: حديث خُرافةَ

Dijelaskan oleh Ibnul Kalbi tentang pernyataan masyarakat, ‘Beritanya khurafat’ bahwa Khurafat adalah nama orang dari Bani Udzrah atau bani Juhainah. Dia pernah diculik Jin kemudian kembali ke kampungnya. Setelah itu, dia bercerita banyak tentang berbagai kejadian yang dia lihat, sehingga banyak orang terheran-heran. Sampai mereka tidak percaya dan menganggap Khurafat berdusta. Akhirnya jadi terkenal di tengah masyarakat, “Beritanya Khurafat.” (Lisanul Arab, 9/62)

Keterangan yang sama juga disampaikan az-Zirikli,

خرافة : رجل من بني عذرة، غاب عن قبيلته زمناً ثم عاد فزعم أن الجن استهوته وأنه رأى أعاجيب جعل يقصها عليهم، فأكثر، فقالوا في الحديث المكذوب (حديث خرافة)  وقالوا فيه (أكذب من خرافة) حتى سمى الحريري الكذب خرافة

Khurafat adalah nama seorang lelaki dari bani Udzrah, yang hilang dari kampungnya dalam kurun waktu yang lama. Kemudian dia kembali. Dia menyangka telah disekap Jin, dan dia telah melihat berbagai kejadian aneh. Lalu diceritakan kepada masyarakatnya panjang lebar. Hingga jadi istilah mereka untuk menyebut berita dusta, ‘Beritanya Khurafat’. Mereka juga membuat istilah, “Lebih pembohong dari pada Khurafat.” Hingga al-Hariri menyebut setiap kedustaan dengan Khurafat. (al-A’lam, az-Zirikli, 2/303).

Dari keterangan mereka, kita memahami kata Khurafat artinya semua berita atau informasi yang mengandung kedustaan.

Khurafat adalah bid’ah dalam bidang akidah, yakni kepercayaan atau keyakinan kepada sesuatu perkara yang menyalahi ajaran Islam. Misalnya, meyakini kuburan orang saleh dapat memberikan berkah, memuja atau memohon kepada makhluk halus (jin), meyakini sebuah benda –tongkat, keris, batu, dan lainnya.—memikiki kekuatan ghaib yang bisa diandalkan, dan sebagainya.

Khurafat adalah budaya masyarakat Jahiliyah. Di antara khurafat mereka ialah mempercayai kepada arah burung yang berterbangan, memberi kesan kepada nasib mereka.

Masyarakat Jahiliah percaya, jika burung hantu menghinggapi dan berbunyi di atas sesebuah rumah, maka artinya salah seorang dari penghuni rumah itu akan meninggal dunia. Kepercayaan sebegini mengakibatkan penghuni rumah akan berdukacita.

Demikian Pengertian Takhayul, Bid'ah, dan Khurafat  yang sering disingka TBC  (C = Churafat) .


Daftar, Teks Arab dan Arti Asmaul Husna

Pengertian Asmaul Husna secara harfiyah, pengertian Asmaul Husna adalah "nama-nama yang baik". Asma artinya nama-nama. Husna artinya baik.

Asma al-Husna merujuk kepada nama-nama, gelar, sebutan, sekaligus sifat-sifat Allah SWT yang indah lagi baik.

Istilah Asmaul Husna (أسماء الحسنى) juga dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:


اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى

"Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai asmaa'ul husna (nama-nama yang baik)" (Q.S. Thaha:8).

وَللَّهِ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَاۖ وَذَ رُواْ الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَـٰئِهٖۚ سَيُجْزَوْنَ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ

"Hanya milik Allah al-Asma-ul Husna (nama-nama yang agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama baik itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A‘raf: 180)

Jumlah Asmaul Husna

Jumlah Asmaul Husna adalah  99 nama, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, diperkuat dengan hadits riwayat Bukhari dan Muslim.

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata Nabi Muhammad Saw bersabda:  

إنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Sesungguhnya Allah Swt mempunyai 99 nama, yaitu seratus kurang satu, barangsiapa menghitungnya (menghafal seluruhnya) masuklah ia kedalam surga" (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Ahmad, dan Al-Baihaqi).

Daftar Asmaul Husna dan Artinya

Berikut ini daftar lengkap dan pengertian asmaul husna. Ke-99 Asmaul Husna atau Nama-Nama Allah SWT yang Baik berserta pengertiannya adalah sebagai berikut:

No.
Nama
Arab
Indonesia
Allah
الله
Allah
1
Ar Rahman
الرحمن
Yang Maha Pengasih
2
Ar Rahiim
الرحيم
Yang Maha Penyayang
3
Al Malik
الملك
Yang Maha Merajai/Memerintah
4
Al Quddus
القدوس
Yang Maha Suci
5
As Salaam
السلام
Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6
Al Mu`min
المؤمن
Yang Maha Memberi Keamanan
7
Al Muhaimin
المهيمن
Yang Maha Pemelihara
8
Al `Aziiz
العزيز
Yang Maha Perkasa
9
Al Jabbar
الجبار
Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
10
Al Mutakabbir
المتكبر
Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
11
Al Khaliq
الخالق
Yang Maha Pencipta
12
Al Baari`
البارئ
Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13
Al Mushawwir
المصور
Yang Maha Membentuk Rupa (makhluk-Nya)
14
Al Ghaffaar
الغفار
Yang Maha Pengampun
15
Al Qahhaar
القهار
Yang Maha Memaksa
16
Al Wahhaab
الوهاب
Yang Maha Pemberi Karunia
17
Ar Razzaaq
الرزاق
Yang Maha Pemberi Rezeki
18
Al Fattaah
الفتاح
Yang Maha Pembuka Rahmat
19
Al `Aliim
العليم
Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20
Al Qaabidh
القابض
Yang Maha Menyempitkan (makhluk-Nya)
21
Al Baasith
الباسط
Yang Maha Melapangkan (makhluk-Nya)
22
Al Khaafidh
الخافض
Yang Maha Merendahkan (makhluk-Nya)
23
Ar Raafi`
الرافع
Yang Maha Meninggikan (makhluk-Nya)
24
Al Mu`izz
المعز
Yang Maha Memuliakan (makhluk-Nya)
25
Al Mudzil
المذل
Yang Maha Menghinakan (makhluk-Nya)
26
Al Samii`
السميع
Yang Maha Mendengar
27
Al Bashiir
البصير
Yang Maha Melihat
28
Al Hakam
الحكم
Yang Maha Menetapkan
29
Al `Adl
العدل
Yang Maha Adil
30
Al Lathiif
اللطيف
Yang Maha Lembut
31
Al Khabiir
الخبير
Yang Maha Mengenal
32
Al Haliim
الحليم
Yang Maha Penyantun
33
Al `Azhiim
العظيم
Yang Maha Agung
34
Al Ghafuur
الغفور
Yang Maha Pengampun
35
As Syakuur
الشكور
Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36
Al `Aliy
العلى
Yang Maha Tinggi
37
Al Kabiir
الكبير
Yang Maha Besar
38
Al Hafizh
الحفيظ
Yang Maha Memelihara
39
Al Muqiit
المقيت
Yang Maha Pemberi Kecukupan
40
Al Hasiib
الحسيب
Yang Maha Membuat Perhitungan
41
Al Jaliil
الجليل
Yang Maha Mulia
42
Al Kariim
الكريم
Yang Maha Mulia
43
Ar Raqiib
الرقيب
Yang Maha Mengawasi
44
Al Mujiib
المجيب
Yang Maha Mengabulkan
45
Al Waasi`
الواسع
Yang Maha Luas
46
Al Hakiim
الحكيم
Yang Maha Maka Bijaksana
47
Al Waduud
الودود
Yang Maha Mengasihi
48
Al Majiid
المجيد
Yang Maha Mulia
49
Al Baa`its
الباعث
Yang Maha Membangkitkan
50
As Syahiid
الشهيد
Yang Maha Menyaksikan
51
Al Haqq
الحق
Yang Maha Benar
52
Al Wakiil
الوكيل
Yang Maha Memelihara
53
Al Qawiyyu
القوى
Yang Maha Kuat
54
Al Matiin
المتين
Yang Maha Kokoh
55
Al Waliyy
الولى
Yang Maha Melindungi
56
Al Hamiid
الحميد
Yang Maha Terpuji
57
Al Muhshii
المحصى
Yang Maha Mengkalkulasi
58
Al Mubdi`
المبدئ
Yang Maha Memulai
59
Al Mu`iid
المعيد
Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60
Al Muhyii
المحيى
Yang Maha Menghidupkan
61
Al Mumiitu
المميت
Yang Maha Mematikan
62
Al Hayyu
الحي
Yang Maha Hidup
63
Al Qayyuum
القيوم
Yang Maha Mandiri
64
Al Waajid
الواجد
Yang Maha Penemu
65
Al Maajid
الماجد
Yang Maha Mulia
66
Al Wahiid
الواحد
Yang Maha Tunggal
67
Al Ahad
الاحد
Yang Maha Esa
68
As Shamad
الصمد
Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69
Al Qaadir
القادر
Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70
Al Muqtadir
المقتدر
Yang Maha Berkuasa
71
Al Muqaddim
المقدم
Yang Maha Mendahulukan
72
Al Mu`akkhir
المؤخر
Yang Maha Mengakhirkan
73
Al Awwal
الأول
Yang Maha Awal
74
Al Aakhir
الأخر
Yang Maha Akhir
75
Az Zhaahir
الظاهر
Yang Maha Nyata
76
Al Baathin
الباطن
Yang Maha Ghaib
77
Al Waali
الوالي
Yang Maha Memerintah
78
Al Muta`aalii
المتعالي
Yang Maha Tinggi
79
Al Barri
البر
Yang Maha Penderma
80
At Tawwaab
التواب
Yang Maha Penerima Tobat
81
Al Muntaqim
المنتقم
Yang Maha Pemberi Balasan
82
Al Afuww
العفو
Yang Maha Pemaaf
83
Ar Ra`uuf
الرؤوف
Yang Maha Pengasuh
84
Malikul Mulk
مالك الملك
Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85
Dzul Jalaali Wal Ikraam
ذو الجلال و الإكرام
Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86
Al Muqsith
المقسط
Yang Maha Pemberi Keadilan
87
Al Jamii`
الجامع
Yang Maha Mengumpulkan
88
Al Ghaniyy
الغنى
Yang Maha Kaya
89
Al Mughnii
المغنى
Yang Maha Pemberi Kekayaan
90
Al Maani
المانع
Yang Maha Mencegah
91
Ad Dhaar
الضار
Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92
An Nafii`
النافع
Yang Maha Memberi Manfaat
93
An Nuur
النور
Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94
Al Haadii
الهادئ
Yang Maha Pemberi Petunjuk
95
Al Baadii
البديع
Yang Indah Tidak Mempunyai Banding
96
Al Baaqii
الباقي
Yang Maha Kekal
97
Al Waarits
الوارث
Yang Maha Pewaris
98
Ar Rasyiid
الرشيد
Yang Maha Pandai
99
As Shabuur
الصبور
Yang Maha Sabar

Asmaul Husna dan artinya

Daftar Lengkap & Pengertian Asmaul Husna 99 Nama Allah SWT

Dianjurkan berdoa dengan Asmaul Husna

Umat Islam dianjurkan berdoa kepada Allah sambil menyebut Asmaul Husna. Misalnya, saat seorang Muslim memohon ampunan-Nya, maka ia berdoa mohon ampun sambil menyebut "Al-Ghoffaar" (Yang Maha Pengampun) dan seterusnya.


قُلِ ٱدْعُوا۟ ٱللَّهَ أَوِ ٱدْعُوا۟ ٱلرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا۟ فَلَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ

"Katakanlah (olehmu Muhammad): Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaa'ul husna (nama-nama yang terbaik)..." (Q.S Al-Israa': 110).

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

"Allah memiliki Asmaul Husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama yang baik itu..." (QS. Al-A'raaf : 180).


Semoga kita dapat menghafal dan memahami arti Asmaul Husna, berdoa & berdzikir dengan nama-nama itu, dan Asmaul Husna kian menguatkan iman dan takwa kita. Amin...! Wallahu a'lam 

Saturday, May 25, 2019

√ HAKIKAT PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Postingan ini kami kutip dari makalah dari makalah mahasiswa STAIN Kudus tahun 2015 dalam memenuhi mata kulian Pendidikan Agama Islam.

1.  Pengertian Pendidik
Kata pendidik, mengacu kepada seseorang yang memberikan pengetahuan, ketrampilan, atau pengalaman kepada orang lain. Pendidik berarti orang yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan mematuhi tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT.

Ahmad Tafsir, mengatakan bahwa pendidik dalam islam, sama dengan teori yang ada di barat. Yaitu siapa saja orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Selanjutnya ia mengatakan bahwa dalam islam, orang yang paling bertanggung jawab adalah orang tua (ayah dan ibu). Karena dapat dilihat dari dua hal, yaitu Pertama, karena kedua orang tua ditakdirkan bertanggungjawab terhadap anaknya. Kedua karena kepentingan kedua orang tua yaitu berkepentingan dalam kemajuan perkembangan anaknya.

Pendidik dalam orang islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotoriknya (karsa).[1]

Sedangkan Al-Ghazali mengatakan bahwa pendidik adalah seseorang yang menyempurnakan, membersihkan, dan mengarahkan (anak didik) kepada Allah azza wajalla. Oleh karenanya, dalam hal ini kedudukan seorang pendidik di sejajarkan dalam barisan para nabi. Masih menurut Al-Ghazali mengingat tugas guru menuntut tanggung jawab yang besar, maka guru berhak atas anak didiknya.[2]


2.    Fungsi Pendidik
Pendidik sebagai seorang yang terdepan dalam pendidikan, secara umum memiliki fungsi sebagai berikut :
a.    Sebagai Pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan melaksanakan penilaian setelah program dilaksanakan.
b.    Sebagai pendidik (edukator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT yang menciptakannya (makhluk).
c.    Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.[3]

3.  Tugas Pendidik
Tugas para guru yaitu :
a.    Seorang guru dituntut agar dapat menyingkap fenomena kebesaran Allah yang terdapat dalam materi yang diajarkannya, hingga para peserta didik dapat memahaminya dan mengikuti pesan-pesan yang terkandung didalamnya.
b.    Guru mengajarkan kepada para peserta didik pesan-pesan normatif yang terkandung dalam kitab suci Alqur’an. Yang meliputi keimanan, akhlak, dan hukum yang mesti dipatuhi untuk kepentingan manusia dalam menjalani hidup di dunia dan di akhirat.
c.    Pendidik tidak hanya berkewajiban menanamkan ilmu pengetahuan, tetapi harus membangun moral dan membersihkan peserta didiknya dari sifat dan perilaku tercela.[4]

4.   Pengertian Peserta Didik
Peserta didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengembangkan potensi yang dimilikinya serta membimbing menuju kedewasaan. Potensi merupakan suatu kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik, dan tidak akan tumbuh atau berkembang secara optimal tanpa bimbingan pendidik.[5]
Dalam pandangan Islam, anak merupaka rahmat Allah yang diamanatkan kepada orang tuanya, ia membutuhkan pemeliharaan, penjagaan, kasih sayang, dan perhatian. Dan kesemuanya itu menjadi tanggung jawab orang tua, guru, dan masyarakat sebagai penanggung jawab pendidikan.
Pernyataan di atas mengandung makna bahwa kriteria anak didik diantaranya adalah :
a.    Manusia yang belum dewasa
b.    Manusia yang membutuhkan bimbingan
c.    Manusia yang memiliki dimensi fisik dan psikis[6]



5.    Tugas Peserta Didik
Agar pelaksanaan proses pendidikan islam dapat mencapai tujuan yang diinginkannya maka setiap peserta didik hendaknya menyadari tugas dan kewajibannya, yaitu antara lain :
a.    Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
b.    Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan.
c.    Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
d.   Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan sabar dalam belajar.[7]

6.    Peserta Didik Merupakan Objek dan Subjek Pendidikan
Allah memberikan daya kepada manusia berupa indera, akal, dan kalbu untuk menjadikannya aktif dalam memperoleh ilmu. Hal ini menggambarkan petunjuk untuk para pendidik, bahwa janganlah mereka memperlakukan para peserta didik sebagai objek semata. Tetapi juga sebagai subjek. Guru tidak boleh memperlakukan peserta didiknya sebagai wadah yang siap menerima apa saja yang disampaikannya, tetapi siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

7.    Sikap Murid Terhadap Guru
Ada 4 norma yang mesti di jaga peserta didik dalam berhubungan dengan gurunya, yaitu :
a.    Kepercayaan dan keyakinan peserta didik kepada guru, dimana guru memang layak mengajar karena telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi dalam melaksanakan pembelajaran.
b.    Tidak boleh mendahului ketetapan dan jawaban guru mengenai persoalan apa saja yang timbul dalam proses pembelajaran.
c.    Seorang peserta didik terutama dalam proses pembelajaran, tidak boleh meninggikan suaranya sehingga mengalahkan suara guru karena hal itu dapat mengganggu proses pembelajaran.
d.   Peserta didik tidak layak memanggil guru seperti memanggil temannya. [8]


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib dan Yusuf Muzdakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Prenada. 2010.
Adri Efferi. Filsafat Pendidikan Islam. Kudus. Nora Media Enterprise 2011.
Kadar Muhammad Yusuf. Tafsir Tarbawi. Pekanbaru. Zanafa Publishing. 2011.
Yasin A fatah. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam. Malang. UIN Malang Press. 2008.

[1] Abdul Mujib dan Yusuf Muzdakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Prenada, 2010, hlm. 91.
[2] Adri Efferi, Filsafat Pendidikan Islam, Kudus : Nora Media Enterprise, 2011, hlm. 79.
[3] Abdul Mujib dan Yusuf Muzdakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Prenada, 2010, hlm. 91.
[4] Kadar Muhammad Yusuf, Tafsir Tarbawi, Pekanbaru : Zanafa Publishing, 2011, hlm. 83-84.
[5] Yasin A fatah, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Malang : UIN Malang Press , 2008, hlm. 100.
[6] Adri Efferi, Filsafat Pendidikan Islam, Kudus : Nora Media Enterprise, 2011, hlm. 86.
[7] Yasin A fatah, hlm. 103-104.
[8] Kadar Muhammad Yusuf, Tafsir Tarbawi, Pekanbaru : Zanafa Publishing, 2011, hlm. 97.